Soal :
Analisa hubungan antara bentuk birokrasi Negara maju dengan Negara berkembang dalam mengatasi kebutuhan masyarakat.
Jawab :
Pelaksanaan birokrasi setiap negara berbeda-beda tergantung dari sistem pemerintahan yang dianut oleh setiap negara. Dengan begitu birokrasi di Negara maju tentu akan berbeda dengan birokrasi di Negara berkembang. Birokrasi yang diterapkan sudah bagus atau belum di Negara maju dan Negara berkembang dapat terlihat dari penyediaan pelayanan publik oleh pemerintah kepada masyarakatnya seperti pengadaan barang dan jasa terutama dalam bidang transportasi, pelayanan kesehatan, pelayanan administrasi, dan penyediaan pendidikan gratis.
Di Negara berkembang, pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum bisa dikatakan baik karena pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah belum bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kondisi geografis, sumber daya manusia, sumber penerimaan, dan teknologi informasi. Sedangkan di Negara maju bisa dikatakan pelayanan public yang ada sudah baik karena hamper semua faktor tersebut bias teratasi dengan baik.
Pengertian Birokrasi
Birokrasi terdiri dari biro yang artinya meja dan krasi yang artinya kekuasaan. Dari pengertian dua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa birokrasi adalah kekuasaan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip ideal bekerjanya suatu organisasi. Birokrasi ini bersifat rigid atau kaku.
Perspektif Birokrasi
- Teori Negara
Terdiri dari unsure konstitutif dan unsure deklaratif. Unsur konstitutif adalah unsure Negara yang terdiri dari wilayah, pemerintahan, dan rakyat. Sedangkan unsure deklaratif adalah unsure Negara yang terdiri dari pengakuan de facto dan de jure.
2. Teori Kebutuhan ekonomi
Usaha manusia memenuhi kebutuhan yang diperlukan birokrasi yang berfungsi untuk melayani kebutuhan masyarakat tersebut.
3. Teori Organisasi dan Kelas
Tujuan dalam organisasi dapat dicapai apabila ada instrumen birokrasi yang baik.
Fungsi dan Peran Birokrasi
- Melaksanakan pelayanan publik
- Pelaksana pembangunan yang profesional
- Perencana, pelaksana, dan pengawas kebijakan.
- Alat pemerintah untuk melayani kepentingan masyarakat dan bukan merupakan bagian dari kekuatan politik (netral)
Tujuan Birokrasi
- Sejalan dengan tujuan pemerintahan
- Melaksanakan kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi pemerintah dan negara
- Melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral dan professional
- Menjalankan mamajemen pemerintahan, mulai dari perencanaan, pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi, represif, prefentif, antisipatif, resolusi, dll.
Tipologi Birokrasi
1. Berdasarkan perspektif Otoriter
- Birokrasi Tradisional : Sumber legitimasinya adalah waktu, artinya orang yang berkuasa adalah orang-orang yang lebih lama di dalam birokrasi tersebut.
- Birokrasi Kharismatik : Sumber legitimasinya adalah kepribadian yang luar biasa bagi seorang pemimpin yang dilihat secara personal
- Birokrasi Legal-Rasional : Sumber legitimasinya adalah aturan-aturan yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Berdasarkan Perspektif Keterbukaan
- Birokrasi Terbuka : Aksesibilitas masyarakat dapat masuk dengan luas, masyarakat dapat ikut serta dalam proses pembuatan kebijakan dan masyarakat juga dapat menyampaikan aspirasinya ke birokrasi langsung.
- Birokrasi Tertutup : Berdasarkan kepentingan dan peraturan yang berada dalam birokrasi tersebut, kebijakan yang diputuskan hanya dilakukan dalam birokrasi dan berjalan hanya berdasarkan aturan-aturan yang didalamnya.
- Birokrasi Campuran : Birokrasi yang mendapatkan aspirasi dari masyarakat tapi tidak bisa masuk secara langsung ke dalam birokrasi untuk menentukan kebijakan.
Contoh Negara Maju (Jepang) dan Negara Berkembang (Indonesia)
Negara Berkembang (Indonesia)
Birokrasi Indonesia Secara Umum
Di negara-negara berkembang, tipe birokrasi yang di idealkan oleh Max Weber nampak belum dapat berkembang dan berjalan dengan baik. Sebagai salah satu Negara yang berkembang Indonesia tidak terlepas dari realita di atas. Meski sudah mengenal birokrasi yang modern, namun jauh sebelum itu, masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menerapkan sejenis “birokrasi kerajaan” yang feudal-aristokratik. Sehingga dalam upaya penerapan birokrasi modern,yang terjadi hanyalah bentuk luarnya saja, belum tata nilainya. Sebagaimana yang diteapkan di Indonesia lebih mendekati pengertian Weber mengenai “dominasi patrimonial”, dimana jabatan dan perilaku di dalam hirarki lebih di dasarkan pada hubungan pribadi.
Penampilan Birokrasi Pemerintah Indonesia
Tidak mudah mengindentifikasi penampilan birokrasi Indonesia. Namun perlu dikemukakan lagi, bahwa organisasi pada prinsipnya berintikan rasionalitas dengan kriteria-kriteria umum, seperti efektivitas, efisiensi, dan pelayanan yang sama kepada masyarakat. Ada beberapa aspek pada penampilan birokrasi di Indonesia, antara lain:
1. Sentralisasi yang cukup kuat
Sentralisasi sebenarnya merupakan salah satu cirri umum yang melekat pada birokrasi yang rasional. Di Indonesia, kecenderungan sentralisasi yang amat kuat merupakan salah satu aspek yang menonjol dalam penampilan birokrasi pemerintah. Hal ini disebabkan karena birokrasi pemerintah bekerja dan berkembang dalam lingkungan yang kondusifterhadap hidup dan berkembangya nilai-nilai sentralistik tersebut.
2. Menilai tinggi keseragaman dan struktur birokrasi
Sama seperti sentralisasi, keseragaman dalam struktur juga merupakan salah satu cirri umum yang sering melekat pada setiap organisasi birokrasi. Di Indonesia, keseragaman atau kesamaan bentuk susunan, jumlah unit, dan nama tiap unit birokrasi demikian menonjol dalam stuktur birokrasi pemerintah.
3. Pendelegasian wewenang yang kabur
Dalam birokrasi Indonesia, nampaknya pendelegasian wewenang masih menjadi masalah. Meskipun struktur birokrasi pada pemerintah Indonesia sudah hirarkis, dalam praktek perincian wewenang menurut jenjang sangat sulit dilaksanankan. Dalam kenyataanya, segala keputusan sangat bergantung pada pimpinan tertinggi dalam birokrasi. Sementara hubungan antar jenjang dalam birokrasi diwarnai oleh pola hubungan pribadi.
4. Kesulitan menyusun uraian tugas dan analisis jabatan
Meskipun perumusan uraian tugas dalam birokrasi merupakan kebutuhan yang sangat nyata, jarang sekali birokrasi kita memilikinya secara lengkap. Kalaupun adasering tidak dijalankan secara konsisten. Di samping hambatan yang berkaitan dengan keterampilan teknis dalam penyusunannya, hambatan yang dirasakan adalah adanya keengganan merumuskannya dengan tuntas. Kesulitan lain yang dihadapi birokrasi di Indonesia adalah kesulitan dalam merumuskan jabatan fungsional. Secara mendasar, jabatan fungsional akan berkembang dengan baik jika di dukung oleh rumusan tugas yang jelas serta spesialisasi dalam tugas dan pekerjaan yang telah dirumuskan secara jelaas pula. Selain itu, masih banyak lagi aspek-aspek lain yang menonjol dalam birokrasi di Indonesia, diantaranya adalah perimbangan dalam pembagian penghasilan, yaitu selisih yang amat besar antara penghasilan pegawai pada jenjang tertinggi dan terendah.
Hal lain yang cukup menarik dan dapat dijumpai dalam penampilan birokrasi pemerintah Indonesia adanya upacara-upacara yang bersifat formalitas dan hubungan yang bersifat pribadi. Hubungan yang bersifat pribadi sangat mendapat tempat dalam budaya birokrasi di Indonesia, karena dengan adanya hubungan pribadi dengan para key person banyak persoalan yang sulit menjadi mudah atau sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa birokrasi di negara kita belum baik dan masih banyak yang perlu diperbaiki.
Kelemahan Birokrasi Di Indonesia
Keluhan tentang birokrasi Indonesia umumnya bermuara pada penilaian bahwa birokrasi di Indonesia tidak netral. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri, apalagi melihat praktek sehari-hari dimana birokrasi terkait dengan lembaga lainnya. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah tidak mungkin dipandang sebagai lembaga yang berdiri sendiri, terlepas dari lembaga-lembaga lainnya.
Dalam prakteknya, muncul kesan yang menunjukkan seakan-akan para pejabat dibiarkan menggunakan kedudukannya di birokrasi untuk kepentingan diri dan kelompok. Ini dapat dibuktikan dengan hadirnya bentuk praktek birokrasi yang tidak efisien dan bertele-tele.
Negara Maju (Jepang)
Kondisi Birokrasi di Jepang
Jepang merupakan salah satu Negara di Asia yang telah memenuhi karakteristik Negara maju baik secara politik maupun secara ekonomi serta aspek-aspek lainnya yang terkait. Sebagai representasi Negara demokrasi, Jepang memiliki karakter khas demokrasi yang “tidak normal” karena dalam proses politik yang berkembang jarang mendapatkan perhatian dari masyarakat umum dan sorotan dari berbagai media yang ada. Oleh karena itu, di Jepang jarang sekali terjadi aksi demo massa dan aksi anarkis karena proses politik yang cenderung jarang di ekspos. Hal ini cenderung berbeda dengan Negara demokrasi pada umumnya, isu public yang penting akan dibahas secara intensif oleh berbagai media. Selanjutnya, suatu keputusan kebijakan dibuat melalui proses yang panjang dan menghabiskan waktu yang lama termasuk proses dalam konsultasi dan negosiasi dalam di antara agen-agen pemerintahdengan kelompok kepentingan yang terkait.
Suatu keputusan kebijakan di Jepang dibuat dalam konteks otoritas birokrasi. Draft kebijakan dasar telah dikompromisasikan melalui proses negosiasi dengan kementrian terkait, politisi partai yang berpengaruh, anggota diet serta kepentingan-kepentingan pihak lain di luar pemeritah yang memiliki akses terhadap kebijakan tersebut sebelum selanjutnya proposal kebijakan tersebut disampaikan ke Diet.
Dalam prakteknya, power dari birokrasi jepang juga cukup kuat. Kekuatan birokrasi tampak pada proporsi dimana terdap[at kelemahan dalam partai dan lembaga legislative. Netralitas birokrsi Jepang dapat tetap terjaga dan terbangun kekuatan organisasi walaupun terjadi pergantian cabinet sehingga birokrasi dapat mendukung stabilitas politik. Kekuatan birokrasi Jepang merupakan produk dari gaya politik dan tradisi yang telah berjalan lama dan panjang. Dilihat sebagai sebuah institusi, birokrasi tidak terlalu terpengaruh dampak perang dunia II dan pada masa okupasi amerika.
Karakteristik birokrasi Jepang yang menarik dan unik adalah adanya birokrat pemerintah nasional uyang dapat “dipinjamkan” kepada pemerintah local yang dapat memebri kesempatan untuk saling bertikar pengalaman dan menjaga hubungan antara dua level pemerintah ini. Dalam hal perekrutan pegawai negeri sipil, perekrutan dalam institusi pelayanan pemerintah berdasarkan system ujian kompetitif atau dengan evalyuasi personal. Dalam kepegawaian, PNS jepang menempati posisi professional dan kelompok elit biasanya merupakan lulusan dari institusi pendidikan terbaik di Jepang yaitu biasanya dari Universitas Tokyo dan Universitas Kyoto. Basis rekruitman ini membuat kecenderungan adanya parokialisme dan hubungan “old boy” antara birokrat. Level administrative paling atas didominasi oleh laki-laki dengan spesialisasi pendidikan jurusan hokum.
Di Jepang, pekerjaan sebagai pegawai dalam kementrian pemerintah memiliki status yang tinggi. Di antara kememtrian yang ada pun terdapat derajat prestis dimana MITI (Ministry of International Trade and Industry) dan MoF) Ministry of Finance) menduduki posisi tertinggi.dalam birokrasi pula, factor yang palinh signifikan dalam proses promosi adalah latar belakang universitas. Koneksi interpersonal penting untuk rotasi pegawai dalam birokrasi, bisnis dan politik atau disebut dengan “revolving door”. Di AS, praktek seperti ini diproses dan dikritik karena pegawai yang telah pemerintah yang telah pensiun, pegawai militer melanjutkan karirnya di perusahaan swasta melalui koneksi konkret. Namun sebaliknya, di Jepang, hal ini merupakan suatu yang normal dalam kehidupan administrative, yang sering diistilahkan sebagai amakudari/ descent from heaven. Pensiunan PNS dapat bergabung di perusahaan swasta atau perusahaan milik Negara (special legal entities). Ada pula yang bergabung di partai, terutama LDP yang mambuka kesempatan untuk terpilih sebagai anggota konstituen di national house of councilor yang merupakan modal dasar sebagai pengalaman organisasional.
Walaupun menimbulkan pro dan kontra, praktek amakudari berkontribusi efektif bagi jalannya proses politik karena terdapat kontrak personal yang lebih ekstensif pada saat negosiasi dan consensus yang dapat membuat proses pembuatan keputusan lebih efektif.
Analisis Perbandingan Pelaksanaan Pelayanan Publik dalam Bidang Transportasi Antara Negara Indonesia dan Negara Jepang
Salah satu fungsi utama dari suatu birokrasi adalah memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam tugas ini kami akan membahas lebih lanjut mengenai pelayanan publik yang terdapat di Indonesia dan di Jepang. Dan untuk lebih mendalam lagi, kami akan mengambil contohnya di dalam bidang pelayanan transportasi di kedua negara tersebut.
Di Indonesia, pelayanan publik selama ini masih dinilai masyarakat sangat mahal dan bertele-tele, karena dalam memberikan pelayanan publik, birokrasi di Indonesia dibuat menjadi lebih sulit. Bahkan, dalam pemberian pelayanan publik di Indonesia terkadang disalahgunakan oleh para birokrat, sebagian dari mereka menjadikan pelayanan publik sebagai sumber pendapatannya dengan meminta bayaran kepada masyarakat yang ingin urusannya di pemerintahan dapat di urus dengan cepat.
Kondisi diatas, tidak akan dapat menciptakan kesejahteraan bagi rakyat justru mempersulit rakyat. UUD 1945 mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat yaitu membangun kesejahteraan negara dan tanggung jawab pemerintah memenuhi kebutuhan warga negaranya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pelayanan publik di kantor pemerintahan di Indonesia masih terbilang buruk.
Dalam pelayanan publik yang sering menjadi keluhan dan sering menjadi perbincangan salah satunya adalah transportasi yang meramaikan jalan di Indonesia. Kami menyoroti bidang ini karena banyaknya permasalahan yang timbul di dalamya. Bila dibandingkan dengan negara Jepang, harus kita akui, bahwa dunia transportasi kita masih perlu penataan lanjutan. Bukan hanya soal ketersediaan, kelayakan dan bahkan kualitas sarana dan pra sarana transportasi, tetapi juga menyangkut mutu layanan kepada konsumen. Fakta keterbatasan sarana dan prasarana transportasi kita, sangat jelas terpampang, oleh karena itu perbaikan pelayanan yang dilakukan secara bertahap menjadi tepat. Sehingga dapat dikatakan apabila kondisi transportasi di Indonesia sebuah mimpi buruk bagi para penggunanya. Bagaimana tidak, tidak ada satupun transportasi di Indonesia yang dapat memberikan jaminan keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktu tempuh. Padahal, Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang terdiri dari lima pulau besar yang dipisahkan oleh laut membutuhkan setidaknya optimalisasi di setiap transportasi untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya dan juga mendorong kegiatan produksi yang dapat menggenjot perekonomian Indonesia.
Salah satu transportasi yang memiliki peranan penting adalah transportasi darat, karena bagaimanapun, transportasi darat merupakan transportasi yang digunakan oleh sebagian masyarakat dalam mencari penghidupannya. Adapun salah satu contoh dari transportasi ini adalah kereta api dan angkutan darat. Kita ambil salah satu contohnya kereta rel listrik (KRL). Bila di bandingkan dengan kereta yang ada di Jepang, jangan bayangkan sebuah kondisi yang nyaman, aman dan tepat waktu dari KRL, karena kondisi KRL itu sendiri kerap kali mengalami banyak gangguan semacam gangguan sinyal, korsleting, rel patah, mogok dan sebagaimananya.
Salah satu contoh, KRL express yang menjadi sarana transportasi darat yang memudahkan kaum penglaju di kota-kota satelit semacam Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kondisi KRL Ekspres bisa menjadi alternatif solusi yang memudahkan kaum penglaju untuk sampai tepat waktu. Hanya saja, keterbatasan transportasi ini adalah terbatasnya akses penggunaan di jam-jam kantor dan secara ekonomis tidak terakses oleh masyarakat kelas bawah karena harga tiket sekali jalan yang cukup tinggi hanya bisa dijangkau para pekerja kelas menengah. Suatu gambaran ironis, bagaimana kenyamanan itu hanya bisa diakses bagi the have bukan the have not. Walaupun demikian kondisi KRL Express itu sendiri juga tidak luput dari kondisi yang tidak menentu yang disebabkan kurangnya manajemen dan pemeliharaan terhadap transportasi itu sendiri, sehingga kenyamanan itu juga tidak diiringi dengan tidak terjaminnya ketepatan waktu.
Sedangkan nasib masyarakat kelas bawah yang tidak sanggup membeli karcis kereta express harus rela menaiki kereta yang sangat penuh dengan kondisi yang menyedihkan. Namun karena keterbatasan dana dan keterbatasan pelayanan publik yang ada, membuat mereka tetap memilih KRL Ekonomi yang kondisinya telah tidak layak guna tetap menjadi pilihan mereka. Kereta api kelas ekonomi masih kurang memadai karena banyak masyarakat yang naik ke atap kereta api agar tetap bisa menggunakan kereta api sebagai transportasi umum. Padahal sudah jelas, hal itu sangat membahayakan keselamatan para penumpang. Mereka nekat melakukan ini karena harga karcis untuk kereta kelas ekonomi sangat murah dibandingkan dengan kereta jenis lain dan angkutan umum lain seperti bus.
Sebuah ironi tersendiri manakala kondisi KRL itu sendiri menghadapi dilema dalam hal pemeliharaan dan peremajaan. Hal ini berdampak pada lemahnya kemampuan transportasi ini menyokong kegiatan perekonomian kaum penglaju jika terjadi gangguan-gangguan teknis semacam kerusakan sinyal, rel patah, mogok, dll. Bila dibandingkan dengan kondisi di Jepang sungguh kondisi ini memprihatinkan, dimana kerugian ekonomi terjadi akibat manajemen yang tidak cermat dan kurangnya pemeliharaan moda transportasi yang mengganggu kegiatan proses produksi suatu perekonomian.
Oleh karena itu, Pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih besar lagi sehingga transportasi darat harus berada dalam posisi performansi yang baik secara sarana dan prasarananya, apakah itu jalan rel, gerbong, kereta, stasiun, jalan raya, bus, dll. Permasalahannya adalah bagaimana memelihara hal tersebut. Di satu sisi, suatu transportasi akan dipilih oleh penggunanya apabila sesuai dengan kemampuannya dari segi ekonomi, keluasan jangkauan, segi kenyamanan dan lain-lain. Seharusnya pemerintah mendekatkan antara realitas pengguna jasa transportasi dengan kondisi transportasi yang ideal tersebut. Pemerintah memiliki peran penting untuk menjembatani hal tersebut. Satu pekerjaan besar yang menuntut dedikasi dan kerja keras pemerintah untuk mewujudkan tercapainya kondisi tersebut agar mampu memberikan pelayanan publik yang baik kepada seluruh masyarakat khususnya di bidang transportasi
Di Jepang, Pelayanan publik di dirasakan oleh masyarakatnya telah pada tahap memuaskan masyarakatnya. Pelayanan publik yang ada baik di bidang pelayanan secara lansung kepada masyarakat (direct service) ataupun dalam peran birokrasi dalam penyelenggaran pemerintahan (indirect service) telah berjalan secara efektif dan efisien. Kualitas yang prima pelayanan publik di Negara Jepang dipengaruhi oleh beberapa factor baik secara internal maupun eksternal birokrasi dalam system pelayanan publik. Faktor- Faktor tersebut antara lain :
1. Sumber daya Manusia yang berkualitas
Aparatur Negara sebagai pelaksana pelayanan public di Negara Jepang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki kapabilitas dan kualitas yang baik. Proses penyeleksian untuk menjadi aparat Negara dilakukan melalui penyeleksian yang memiliki standar dan sistem evaluasi. Selain itu, profesi aparat pemerintah dalam pandangan masyarakat Jepang memiliki prestise yang tinggi sehingga banyak dari lulusan universitas-universitas terkenal di Jepang terutama Universitas Tokyo dan Universitas Kyoto memililh untuk mengikuti seleksi tersebut untuk menjadi aparat pemerintah. Selain itu, sebagian masyarakat Jepang telah menyadari secara menyeluruh perannya sebagai abdi Negara untuk memberikan kualitas terbaik dalam pelayanannya kepada masyarakat. Kondisi ini telah terjadi secara lama dan membudaya dalam masyarakat Jepang.
2. Adanya peraturan yang jelas untuk mengatur pelaksanaan pelayanan publik
Proses pembuatan keputusan kebijakan dalam pemerintahan Jepang dilakukan melalui Dalam penerapan kebijakan tersebut, aparat pemerintah memiliki kesadaraan penuh untuk menerapkannya. Selain itu pada tahap pengawasannya dilakukan secara ketat dan tegas terhadap aparat yang melanggar kebijakan tersebut.
Dari segi infrastruktur, kereta-kereta di Jepang memiliki infrastruktur yang lengkap dan memuaskan seperti kereta api yang memiliki AC, dan lain-lain. Dari sisi infrastruktur lainnya Jepang juga mamiliki keunggulan dengan merevitalisasi tampilan kereta api dengan menambahkan figure-figur anime menyerupai pegawai wanita dari Sanriku. Sedangkan dari segi, sistem administratifnya, Jepang memiliki keunggulan dalam hal pengaturan jadwal kereta yang selalu tepat waktu. Kereta dan shinkansen (kereta antar kota super ekspres) mendominasi model transportasi di Jepang. Sebuah sumber yang saya ingat menyebutkan bahwa kepadatan lalu lintas kereta di Jepang adalah yang tertinggi di dunia. Di Jepang, kereta atau shinkansen digerakkan menggunakan listrik. Hal ini tidak menyebabkan polusi udara di perkotaan, karena listrik diproduksi terpusat. PLTN sebagai salah satu sumber pemasok utama energi listrik di Jepang, tentu saja, juga berkontribusi pada rendahnya polusi udara karena, praktis, PLTN tidak mengemisikan CO2.
DAFTAR PUSTAKA
- Merkel, Wolfgang. 2005. Demokrasi di Asia. Jakarta : Friedrich Ebert Stiftung.
- Santoso, Priyo Budi. 1993. Birokrasi Pemerintah Orde Baru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
- Bahan Ajar Perkuliahan Birokrasi Demokrasi materi Pelayanan Publik
- www.Antaranews.com
- www.beritajakarta.com
- www.bps.go.id
- www.dpr.go.id
- www.edukasi.net
- www.jakartapress.com
- www.mediaindonesia.com
- www.nusantara-news.com
- www.unila.ac.id
0 komentar:
Posting Komentar